Minggu, 22 Januari 2012
Kamis, 19 Januari 2012
Motivasi Beragama
MOTIVASI BERAGAMA
I Pendahuluan
Sesuai dengan
fitrahnya bahwa manusia mempunyai kecenderungan mengabdi kepada Sang Pencipta.
Dengan kecenderungannya tersebut dia akan mencari jalan untuk dapat menunjukkan
pengabdiannya tersebut melalui beragama. Karena satu-satunya cara agar
penghambaannya sampai kepada sang Pencipta adalah melalui beragama.
Manusia
mengenal agama sejak ia mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya yakni
lingkungan keluarga, dimana kedua orang tuanya yang mengajarkan tentang keagamaan.
Sejalan dengan perkembangan jiwa, ia mulai merasakan dorongan-dorongan lain
yang berkaitan tentang proses keberagamaannya. Artinya dorongan tersebut tidak
lagi hanya sekedar karena orang tua tetapi karena hal-hal di luar itu. Proses
perubahan dorongan dari faktor keluarga ke faktor lainnya antara seseorang yang
satu dengan yang lainnya berbeda. Ada yang prosesnya secara bergejolak, ada
pula yang perubahan itu berjalan tanpa disadari. Dorongan untuk memeluk satu
agama inilah yang disebut dengan motivasi beragama.
Motivasi
beragama sesorang dipengaruhi oleh berbagai faktor intern dalam diri manusia
itu sendiri dan faktor ekstern di luar diri manusia. Beragama apapun tidak
dapat terlepas dari motivasi tertentu, meskipun pada satu tingkatan kualitas
beragama sesorang, motivasi tersebut tidak lagi menjadi satu-satunya alasan
seseorang untuk memeluk satu agama.
II. Motivasi Beragama.
Dalam
Psikologi dikenal istilah motivasi. Secara umum motivasi diartikan sebagai
dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut Bimo Walgito, motivasi merupakan
keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah
tujuan[1].
Selanjutnya dikatakan bahwa
motivasi mempunyai 3 aspek yaitu keadaan terdorong dalam diri organisme,
perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini, dan tujuan yang akan
dicapai oleh pelaku.
Dalam Psikologi istilah motif dan
motivasi sering menimbulkan perbedaan pemahaman. Dalam penggunaan istilah motif
terkadang berbeda dengan motivasi. Tetapi dapat pula motif dan motivasi itu
digunakan secara bersamaan dan dalam makna yang sama, hal ini disebabkan
pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas.
Motif adalah sesuatu yang ada dalam
diri seseorang yang mendorong orang terebut untuk bersikap dan bertindak guna
mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita yang
merupakan tahap awal dari proses motivasi sehingga masih merupakan suatu
kondisi intern atau kesiapsiagaan. Motif tidak selamanya aktif, hanya pada saat
tertentu saja apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak[2].
Motivasi, menurut M.Utsman Najati,
adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktifitas pada mahluk hidup, dan
menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.[3]
Menurut Syeikh Mahmud Shalthut,
Agama didefinisikan sebagai pranata ke-Tuhanan, sehingga beragama diartikan
sebagai menerima pranata ke- Tuhanan yakni mengakui atau meyakini adanya Tuhan
. Selanjutnya menurut Joachim Wach, beragama adalah respons terhadap sesuatu
yang diyakini sebagai Realitas Mutlak, kemudian diungkapkan dalam bentuk
pemikiran, perbuatan, dan komunitas kelompok.[4]
Dengan demikian motivasi beragama
dapat diartikan sebagai kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk merespon
pranata ke-Tuhanan, sehingga seseorang tersebut mampu mengungkapkan dalam
bentuk pemikiran, perbuatan dan komunitas kelompok.
III.
Macam-Macam Motivasi Beragama
Motivasi beragama sangat berkaitan
langsung dengan perjalanan rokhani seseorang untuk mencari keridhaan Allah.
Secara garis besar motivasi beragama dibagi menjadi dua:
1.
Motivasi
intrinsik.
Ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang tanpa dirangsang
dari luar. Dalam beragama seseorang merespon ajaran (Islam) melalui pemahaman
yang mendalam lewat kitab suci (al-Quran) dan Hadits untuk mendapatkan kebenaran
yang haqiqi setelah melalui perjalanan rokhani yang panjang. Motivasi intrinsik
ini sering diperoleh oleh para muallaf sehingga sehingga dia yakin tentang
kebenaran Islam.
2.
Motivasi
ekstrinsik
Ialah motivasi yang datang karena adanya perangsangan dari luar.
Seseorang beragama (Islam) karena memang dari keturunan dan atau lingkungannya
memilih Islam. Ataupun juga dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar dari nilai
yang terkandung dalam ajaran (Islam) itu sendiri. Motivasi ini terdapat pada
masyarakat secara umum termasuk kita sendiri.
Kedua macam motivasi tersebut pada
tahap-tahap awal seseorang beragama sangat diperlukan. Kelanjutannya perlu mendapat pembinaan agar
tujuan mencapai ridha Allah benar-benar terwujud. Pada akhirnya nanti seseorang
beragama (Islam) benar-benar bersih dari bentuk-bentuk motivasi yang jahat.
Sehingga tidak ada lagi agama (Islam) dijadikan dasar legalisasi penghancuran
terhadap yang tidak beragama (Islam).
Pada kenyataannya motivasi beragama
(Islam) merupakan motif azasi yang dimiliki setiap manusia sejak dia
dilahirkan, yakni yang disebut dengan fitrah.”Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[5]
Fitrah
sebagai motivasi azasi manusia sering diartikan sebagai naluri yang manusiawi,
yaitu naluri yang hanya dimiliki oleh manusia yang berbeda dengan naluri-naluri
hewan, karena menyangkut faktor rokhaniah.
IV.
Faktor-Faktor Motivasi Beragama
Dikatakan sebagai
faktor-faktor motivasi beragama adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang sehingga ia mempunyai dorongan untuk beragama. Faktor-faktor ini
terdiri dari ;
1.
Faktor internal
Dimaksud faktor internal adalah faktor dari dalam manusia itu
sendiri yang mempengaruhi motivasi beragama seseorang. Faktor internal
dijelaskan dalam salah satu hadits yang menerangkan bahwa hidup manusia
dipengaruhi oleh hawahu, butunahu, furujahu, yakni atas perut, perut dan bawah
perut. Hal ini sejalan dengan teori libido Sigmund Freud. Dalam falsafah Jawa
dikenal harta, tahta, wanita.
2.
Faktor
eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi motivasi beragama
yang berasal dari luar manusia itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi;
lawan jenis, keturunan, harta benda berharga, transportasi, peternakan dan
pertanian.[6]
Kedua faktor tersebut sangat
mempengaruhi motivasi beragama seseorang. Sehingga seperti yang saya tulis di
atas bahwa dalam beragama harus bersih dari motivasi jahat maka dimaksud
motivasi jahat adalah motivasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas.
Motivasi beragama merupakan salah
satu unsur pokok manusia dalam berbuat. Melihat struktur manusia yang terdiri
unsur fisik dan psikis, maka pembagian
motivasi ada dua yakni motivasi fisik dan motivasi psikis atau spiritual yang termasuk di dalamnya adalah motivasi
beragama. Tokoh-tokoh psikologi yang menyebutkan motivasi spiritual antara
lain:
W.A Gerungan, yang menyebutkan motivasi
biogentis, motivasi sosiogenetis, dan motivasi teognetis;
Lindzy mengungkapkan tentang dorongan
aspek spiritual dalam diri manusia yang meliputi dorongan untuk beragama,
kebenaran dan keadilan, benci terhadap kejahatan, kebatilan dan kezaliman;
Maslow juga berpendapat bahwa kebutuhan
spiritual manusia merupakan kebutuhan alami dimana integritas perkembangan dan
kematangan kepribadian individu sangat tergantung pada pemenuhan kebutuhan
tersebut.
V.
Kesimpulan
Sejalan dengan pertumbuhan
fisik dan perkembangan psikis manusia dalam memenuhi kebutuhan keduanya sangat
diperlukan adanya motivasi. Begitu pula dalam beragama, yang merupakan
kebutuhan psikis manusia, motivasi sangat diperlukan yang tujuannya justru
membersihkan manusia dalam beragama dari faktor faktor yang jahat.
Untuk menumbuhkan motivasi
beragama yang bersih salah satu metode yang dapat dipakai misalnya metode Tombo
Ati yang terdiri dari lima pelaksanaan, yakni:
1.
Membaca
al-Quran dan memahami maknanya;
2.
Menegakkan
Qiyamul Lail;
3.
Bergaul
dan berdiskusi dengan para ulama dancendekiawan;
4.
Melaksanakan
puasa-puasa sunnah;
5.
Melanggengkan
dzikir setiap saat
Dengan
mencapai tataran tersebut maka tujuan hidup manusia untuk memperoleh keridhaan
Allah, mudah-mudahan dapat tercapai.
e
Daftar Pustaka
1.
Al-Quran
dan Terjemahannya, Departemen Agama, Jakarta 1999.
2.
Pengantar
Psikologi Umum, Bimo Walgito, Andi, Yogjakarta 2002
3.
Psikologi
Suatu Pengantar (Dalam Perspektif Islam), Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul
Wahab, Prenata Media, Jakarta 2004.
4.
Ilmu Islam
Terapan, Prof.Dr.H.Muslim A. Kadir, M.A, Pustaka Pelajar, Yogjakarta,2003
[1] Bimo Walgito,Prof,Drs, Pengantar Psikologi Umum,
Andi, Yogjakarta,2002, hal.169
[2] Abdul Rahman Shaleh – Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu
Pengantar (Dalam Perspektif Islam), Prenata Media, Jakarta,
2004,hal: 131
[3] ibid, hal 132.
[4] Lihat, Prof, DR. H. Muslim A. Kadir, M.A, Ilmu Islam Terapan,Pustaka
Pelajar, Yogjakarta, 2003, hal: 44
[5] Q.S al-Rum ayat 30
[6] Lihat, terjemah Q.S Ali Imran ayat 14
Manajemen Pendidikan
A. Latar Belakang Masalah
Sampai saat ini pandangan masyarakat
masih menganggap Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan kelas dua
yang kusut, lusuh, amburadul, dan sejenisnya, yang pada pokoknya tidak
terselenggara dengan manajemen yang professional. Meskipun ada beberapa MI yang
kualitas maupun kuantitasnya lebih unggul dibandingkan dengan lembaga
pendidikan dasar sejenis, hal itu tidak menghilangkan anggapan bahwa MI adalah
pendidikan yang dilaksanakan tanpa menggunakan manajemen yang jelas.
Kesan masyarakat yang demikian tidak
terlepas dari keberadaan MI yang sebagian besar berstatus swasta. Di Kudus
sendiri dari sekian ratus MI hanya satu yang MIN. Itu pun tidak dapat menjadi
satu-satunya alternatif pendidikan dasar yang berkualitas. Keadaan yang
demikian, untuk tahun-tahun ini dan mendatang, makin parah dengan munculnya
lembaga-lembaga pendidikan dasar swasta lain yang dikelola dengan manajemen
yang hebat dan sistem pendidikan Islam terrpadu yang secara tidak langsung
mempengaruhi keberadaan MI swasta yang sudah sekian tahun beroperasi dan sekian
ratus meluluskan siswanya.
Kurangnya profesionalisme dalam
manajemen di MI disebabkan berbagai factor yakni:
a.
Masukan peserta didik yang kurang
selektif terutama menyangkut usia dan kematangan siswa. Pihak madrasah mau
menerima siswa yang usianya belum mencukupi untuk pendidikan tingkat dasar
dengan alasan takut tidak mendapatkan siswa;
b.
Proses belajar mengajar yang tidak
berjalan sesuai prinsip-prinsip pembelajaran karena sebagian besar tenaga
pengajarnya bukan berlatar belakang pendidikan keguruan;
c.
Sarana dan prasarana pendidikan MI
yang ala kadarnya. Bagaimana dapat berkualitas jika sarana pendidikan seperti
Laboratorium IPA dan Bahasa, Teknlogi informasi, sarana olah raga dan kesenian
tidak tersedia secara lengkap;
d.
Sumber daya manusia yang meliputi
guru, pengurus MI, Komite MI maupun masyarakat sekitar yang tidak
profesionalisme dalam mengelola dan menggunakan sarana dan prasarana
pendidikan;
e.
Lulusan yang kurang memenuhi
harapan masyarakat dikarenakan tidak terpenuhinya unsur-unsur di atas sehingga
lulusan MI tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
menginginkan nilai lebih seperti slogan MI sebagai penyelenggara pendidikan
dasar plus.
B. Setting
Madrasah Ibtidaiyah : MI NU Matholiul Huda Hadipolo.
MI NU Matholiul Huda Hadipolo
adalah satu-satunya madrasah ibtidaiyah di desa Hadipolo dan salah satu dari 11
madrasah ibtidaiyah di Kecamatan Jekulo Kudus. Penggunaan NU di belakang MI
menunjukkan bahwa madrasah ini dikelola di bawah naungan organisasi keagamaan
Nahdlatul Ulama, dalam hal ini oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU Kudus. Dengan
adanya penggunaan NU ini, Pengurus Madrasah berstatus sebagai Badan Pelaksana
Pendidikan Maarif NU. Istilah ini baru dilaksanakan sekitar tahun 2001 dan
mungkin hanya LP Maarif Kudus yang melakukan hal ini. Meskipun demikian dalam
pelaksanaan pendidikan masih di bawah koordinasi Kantor Departemen Agama
Kabupaten Kudus dan bekerja sama juga dengan UPTD Pendidikan Kecamatan Jekulo.
Karena dikelola oleh Departemen
Agama, maka anggaran untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sangat
terbatas. Memang dalam skala nasional MI diperlakukan sama dengan SD dengan
adanya BOS, BKM, penggunaan kurikulum, tetapi di tingkat daerah ( pemkab dan
pemprov ) ada perbedaan terutama sarana dan prasarana pendidikan, dengan alasan
otonomi daerah. Seperti yang baru-baru ini terjadi untuk bantuan biaya ujian
sekolah tahun 2006. Jika SD mendapat bantuan dari Pemkab Rp10.000,00 per siswa
peserta UAS, MI hanya mendapat Rp2.000,00 per peserta UAS, padahal tahun 2005
baik SD maupun MI mendapat bantuan yang sama. Bahkan untuk tingkat Pemprov
untuk tahun ini MI tidak mendapat bantuan biaya UAS.
Berdirinya MI NU Matholiul Huda
Hadipolo tidak didukung oleh perencanaan yang matang dan profesionalisme yang
tinggi, tetapi hanya sekedar daripada siswa RA desa Hadipolo yang sudah lebih
dulu berdiri, tidak tersalurkan. Dan yang lebih tragis lagi, pengelolaan MI
dilakukan menggunakan manajemen madrasah diniyah yang sederhana. Hal ini terjadi
karena pendiri atau pengurus MI ini tidak professional di bidangnya. Artinya
tidak memahami karakteristik pendidikan MI yang berbeda dengan madrasah
diniyah. Semuanya pukul rata dianggap sama.
Akibatnya, setelah 18 tahun berdiri
MI NU Matholiul Huda tidak dapat berkembang, bahkan mengalami penurunan
kuantitas jumlah siswa dan kualitas lulusan yang stagnan. Memang usia 18 tahun
bagi MI NU Matholiul Huda masih tergolong muda, karena SD di sekitarnya sudah
berusia di atas 25 tahun. Begitu pula dengan MI yang lain yang rata-rata sudah
di atas 20 tahun.
Sebenarnya dilihat dari letaknya MI
NU Matholiul Huda berada di tengah- tengah masyarakat Bareng Hadipolo, tetapi
kecenderungan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke MI sangat kecil. Alasan
yang mendasar adalah biaya mahal, sarana yang minim, rendahnya profesionalisme
tenaga pendidiknya dan kurang bermutunya lulusan yang dihasilkan ( tidak
diterima di SMP favorit, meskipun tidak sedikit siswa SD yang juga tidak
diterima di SMP favorit ).
C. Analisis SWOT di MI NU Matholiul Huda Hadipolo
Tujuan analisis SWOT adalah untuk
menginventarisir berbagai sumber daya yang ada baik internal maupun eksternal
yang dapat mendukung atau mungkin juga menghambat pelaksanaan pendidikan di MI
NU Matholiul Huda Hadipolo sehingga dapat mengambil langkah-langkah strategis
dan keputusan yang harus dilakukan. Sumber-sumber daya yang dianalisis adalah :
1) sumber daya manusia, 2) sumber daya sarana dan prasarana, 3) sumber daya
lingkungan, dan 4) sumber daya finansial.
1. Analisis SWOT sumber daya
manusia
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² 90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
² 70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen
terhadap tugas pendidikan MI
² 80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik
² Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup
|
² Lebih dari 60% gurunya bukan lulusan lembaga pendidikan
keguruan
² Lebih dari 75% gurunya mengajar tidak sesuai latar belakang
pendidikan
² Kurangnya guru dpk.
² Tidak mempunyai tenaga administrasi yang profesional
² Murid RA yang melanjutkan ke MI hanya sekitar 75%
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
² Ada beberapa guru yang ingin melanjutkan studi ke S1
² Ada guru yang mempunyai kewibawaan cukup tinggi
² Ada kemitraan dengan MI yang lain dan SD di sekitar
² Ada pembinaan dari Depag dan LP Maarif Kab. Kudus
|
² Ada guru yang apatis, kurang professional, tidak disiplin, dan
tidak mempunyai kewibawaan
² Adanya siswa yang kurang yang dapat mempengaruhi siswa lain
² Adanya siswa yang mutasi ke SD apabila tidak naik kelas
² Banyaknya siswa yang kurang umur yang berpengaruh pada proses
pembelajaran
|
2. Analisis SWOT sumber daya
sarana dan prasarana
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta
dalam kompleks masjid
² Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan
Perpustakaan
² Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
² Bahan-bahan pustaka yang cukup
² Keadaan gedung yang cukup baik dan bersih
|
² Tidak tersedia lapangan olah raga yang cukup memadai
² Ukuran ruangan kelas yang tidak memenuhi standar
² Kurangnya sarana pendukung proses belajar mengajar
² Sangat minimnya alat peraga pendidikan
² Belum adanya kepastian hukum yang tetap terhadap status tanah
waqaf
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
² Ada peluang untuk sertifikat tanah waqaf untuk MI
² Ada peluang untuk menambah sarana pendukung pembelajaran
² Mudah menggunakan lapangan olah raga sekitar MI
|
² Rawan banjir dan rawan kehilangan
² Lokasi yang dekat sungai dan pohon bambu rawan retak
² Tidak adanya tenaga perawatan/ pemeliharaan
|
3. Analisis SWOT sumber daya
lingkungan
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Lingkungan alam nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan
² Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa
baik
² Lingkungan budaya yang religius
|
² Lingkungan sekitar yang tidak tertata, tidak berpagar,
berlumpur jika hujan
² Masyarakat yang kurang memahami pendidikan dasar
² Masyarakat kaum buruh industri yang ekonominya pas-pasan
² Dukungan yang sangat rendah dari aparat desa
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
² Dekat dengan lingkungan perumahan
² Simpati masyarakat yang bertambah
² Manajemen pengurus MI yang makin meningkat
|
² Kebanjiran, perilaku masyarakat yang tidak terpuji, pandangan
yang negatif terhadap keberadaan MI
² Adanya pengurus yang tidak memahami karakteristik madrasah
ibtidaiyah
² Adanya konflik internal dalam pengurus MI
² Adanya konflik politik pada masyarakat sekitar
|
4. Analisis SWOT sumber daya
Keuangan
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Adanya dana BOS yang cukup
² Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
² Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov
Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
² Adanya donatur insidensil
|
² Siswa tidak membayar iuran bulanan karena ada BOS
² Dana dari Pengurus tidak ada
² Tidak mempunyai donatur tetap
² Sepenuhnya mengandalkan dana BOS untuk operasional MI
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
² Ada peluang sumbangan sukarela rutin dari siswa
² Ada usaha untuk menambah dana dari sektor lain
² Ada peluang sumber dana dari donatur tetap dan Pengurus MI
|
² Dana BOS yang mungkin dihentikan
² Mustahil meminta iuran bulanan siswa sebesar dana BOS jika
dana BOS dihentikan
² Anggapan orang tua murid bahwa BOS identik dengan sekolah
gratis sehingga kesulitan mencari sumber dana yang lain
|
D. Penentuan Strategi
Setelah dilakukan analisis SWOT di
atas maka sebagai Kepala MI NU Matholiul Huda harus menentukan strategi dalam
rangka pelaksanaan pendidikan di MI NU Matholiul Huda Hadipolo. Maka strategi
yang dipakai adalah Strategi Diversifikasi (ST) yakni menggunakan
Kekuatan ( S ) untuk memanfaatkan Peluang ( O ) jangka panjang untuk mengatasi
Ancaman (T )
KEKUATAN
|
PELUANG
JANGKA PANJANG
|
MENGATASI
ANCAMAN
|
² 90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
² 70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen
terhadap tugas pendidikan MI
² 80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik
² Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup
² Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta
dalam kompleks masjid
² Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan
Perpustakaan
² Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
² Bahan-bahan pustaka yang cukup
² Keadaan gedung yang cukup baik dan bersihLingkungan alam
nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan
² Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa
baik
² Lingkungan budaya yang religius
² Adanya dana BOS yang cukup
² Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
² Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov
Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
² Adanya donatur insidensil
|
² Ada beberapa guru yang ingin melanjutkan studi ke S1
² Ada guru yang mempunyai kewibawaan cukup tinggi
² Ada kemitraan dengan MI yang lain dan SD di sekitar
² Ada pembinaan dari Depag dan LP Maarif Kab. Kudus
² Ada peluang untuk sertifikat tanah waqaf untuk MI
² Ada peluang untuk menambah sarana pendukung pembelajaran
² Mudah menggunakan lapangan olah raga sekitar Madrasah
Ibtidaiyah
² Dekat dengan lingkungan perumahan
² Simpati masyarakat yang bertambah
² Manajemen pengurus MI yang makin meningkat
² Ada peluang sumbangan sukarela rutin dari siswa
² Ada usaha untuk menambah dana dari sektor lain
² Ada peluang sumber dana dari donatur tetap dan Pengurus MI
|
² Ada guru yang apatis, kurang professional, tidak disiplin, dan
tidak mempunyai kewibawaan
² Adanya siswa yang kurang yang dapat mempengaruhi siswa lain
² Adanya siswa yang mutasi ke SD apabila tidak naik kelas
² Banyaknya siswa yang kurang umur yang berpengaruh pada proses
pembelajaran
² Rawan banjir dan rawan kehilangan
² Lokasi yang dekat sungai dan pohon bambu rawan retak
² Tidak adanya tenaga perawatan/ pemeliharaan
² Kebanjiran, perilaku masyarakat yang tidak terpuji, pandangan
yang negatif terhadap keberadaan MI
² Adanya pengurus yang tidak memahami karakteristik madrasah
ibtidaiyah
² Adanya konflik internal dalam pengurus MI
² Adanya konflik politik pada masyarakat sekitar
² Dana BOS yang mungkin dihentikan
² Mustahil meminta iuran bulanan siswa sebesar dana BOS jika
dana BOS dihentikan
² Anggapan orang tua murid bahwa BOS identik dengan sekolah
gratis sehingga kesulitan mencari sumber dana yang lain
|
Langganan:
Postingan (Atom)