A. Latar Belakang Masalah
Sampai saat ini pandangan masyarakat
masih menganggap Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan kelas dua
yang kusut, lusuh, amburadul, dan sejenisnya, yang pada pokoknya tidak
terselenggara dengan manajemen yang professional. Meskipun ada beberapa MI yang
kualitas maupun kuantitasnya lebih unggul dibandingkan dengan lembaga
pendidikan dasar sejenis, hal itu tidak menghilangkan anggapan bahwa MI adalah
pendidikan yang dilaksanakan tanpa menggunakan manajemen yang jelas.
Kesan masyarakat yang demikian tidak
terlepas dari keberadaan MI yang sebagian besar berstatus swasta. Di Kudus
sendiri dari sekian ratus MI hanya satu yang MIN. Itu pun tidak dapat menjadi
satu-satunya alternatif pendidikan dasar yang berkualitas. Keadaan yang
demikian, untuk tahun-tahun ini dan mendatang, makin parah dengan munculnya
lembaga-lembaga pendidikan dasar swasta lain yang dikelola dengan manajemen
yang hebat dan sistem pendidikan Islam terrpadu yang secara tidak langsung
mempengaruhi keberadaan MI swasta yang sudah sekian tahun beroperasi dan sekian
ratus meluluskan siswanya.
Kurangnya profesionalisme dalam
manajemen di MI disebabkan berbagai factor yakni:
a.
Masukan peserta didik yang kurang
selektif terutama menyangkut usia dan kematangan siswa. Pihak madrasah mau
menerima siswa yang usianya belum mencukupi untuk pendidikan tingkat dasar
dengan alasan takut tidak mendapatkan siswa;
b.
Proses belajar mengajar yang tidak
berjalan sesuai prinsip-prinsip pembelajaran karena sebagian besar tenaga
pengajarnya bukan berlatar belakang pendidikan keguruan;
c.
Sarana dan prasarana pendidikan MI
yang ala kadarnya. Bagaimana dapat berkualitas jika sarana pendidikan seperti
Laboratorium IPA dan Bahasa, Teknlogi informasi, sarana olah raga dan kesenian
tidak tersedia secara lengkap;
d.
Sumber daya manusia yang meliputi
guru, pengurus MI, Komite MI maupun masyarakat sekitar yang tidak
profesionalisme dalam mengelola dan menggunakan sarana dan prasarana
pendidikan;
e.
Lulusan yang kurang memenuhi
harapan masyarakat dikarenakan tidak terpenuhinya unsur-unsur di atas sehingga
lulusan MI tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang
menginginkan nilai lebih seperti slogan MI sebagai penyelenggara pendidikan
dasar plus.
B. Setting
Madrasah Ibtidaiyah : MI NU Matholiul Huda Hadipolo.
MI NU Matholiul Huda Hadipolo
adalah satu-satunya madrasah ibtidaiyah di desa Hadipolo dan salah satu dari 11
madrasah ibtidaiyah di Kecamatan Jekulo Kudus. Penggunaan NU di belakang MI
menunjukkan bahwa madrasah ini dikelola di bawah naungan organisasi keagamaan
Nahdlatul Ulama, dalam hal ini oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU Kudus. Dengan
adanya penggunaan NU ini, Pengurus Madrasah berstatus sebagai Badan Pelaksana
Pendidikan Maarif NU. Istilah ini baru dilaksanakan sekitar tahun 2001 dan
mungkin hanya LP Maarif Kudus yang melakukan hal ini. Meskipun demikian dalam
pelaksanaan pendidikan masih di bawah koordinasi Kantor Departemen Agama
Kabupaten Kudus dan bekerja sama juga dengan UPTD Pendidikan Kecamatan Jekulo.
Karena dikelola oleh Departemen
Agama, maka anggaran untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sangat
terbatas. Memang dalam skala nasional MI diperlakukan sama dengan SD dengan
adanya BOS, BKM, penggunaan kurikulum, tetapi di tingkat daerah ( pemkab dan
pemprov ) ada perbedaan terutama sarana dan prasarana pendidikan, dengan alasan
otonomi daerah. Seperti yang baru-baru ini terjadi untuk bantuan biaya ujian
sekolah tahun 2006. Jika SD mendapat bantuan dari Pemkab Rp10.000,00 per siswa
peserta UAS, MI hanya mendapat Rp2.000,00 per peserta UAS, padahal tahun 2005
baik SD maupun MI mendapat bantuan yang sama. Bahkan untuk tingkat Pemprov
untuk tahun ini MI tidak mendapat bantuan biaya UAS.
Berdirinya MI NU Matholiul Huda
Hadipolo tidak didukung oleh perencanaan yang matang dan profesionalisme yang
tinggi, tetapi hanya sekedar daripada siswa RA desa Hadipolo yang sudah lebih
dulu berdiri, tidak tersalurkan. Dan yang lebih tragis lagi, pengelolaan MI
dilakukan menggunakan manajemen madrasah diniyah yang sederhana. Hal ini terjadi
karena pendiri atau pengurus MI ini tidak professional di bidangnya. Artinya
tidak memahami karakteristik pendidikan MI yang berbeda dengan madrasah
diniyah. Semuanya pukul rata dianggap sama.
Akibatnya, setelah 18 tahun berdiri
MI NU Matholiul Huda tidak dapat berkembang, bahkan mengalami penurunan
kuantitas jumlah siswa dan kualitas lulusan yang stagnan. Memang usia 18 tahun
bagi MI NU Matholiul Huda masih tergolong muda, karena SD di sekitarnya sudah
berusia di atas 25 tahun. Begitu pula dengan MI yang lain yang rata-rata sudah
di atas 20 tahun.
Sebenarnya dilihat dari letaknya MI
NU Matholiul Huda berada di tengah- tengah masyarakat Bareng Hadipolo, tetapi
kecenderungan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke MI sangat kecil. Alasan
yang mendasar adalah biaya mahal, sarana yang minim, rendahnya profesionalisme
tenaga pendidiknya dan kurang bermutunya lulusan yang dihasilkan ( tidak
diterima di SMP favorit, meskipun tidak sedikit siswa SD yang juga tidak
diterima di SMP favorit ).
C. Analisis SWOT di MI NU Matholiul Huda Hadipolo
Tujuan analisis SWOT adalah untuk
menginventarisir berbagai sumber daya yang ada baik internal maupun eksternal
yang dapat mendukung atau mungkin juga menghambat pelaksanaan pendidikan di MI
NU Matholiul Huda Hadipolo sehingga dapat mengambil langkah-langkah strategis
dan keputusan yang harus dilakukan. Sumber-sumber daya yang dianalisis adalah :
1) sumber daya manusia, 2) sumber daya sarana dan prasarana, 3) sumber daya
lingkungan, dan 4) sumber daya finansial.
1. Analisis SWOT sumber daya
manusia
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² 90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
² 70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen
terhadap tugas pendidikan MI
² 80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik
² Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup
|
² Lebih dari 60% gurunya bukan lulusan lembaga pendidikan
keguruan
² Lebih dari 75% gurunya mengajar tidak sesuai latar belakang
pendidikan
² Kurangnya guru dpk.
² Tidak mempunyai tenaga administrasi yang profesional
² Murid RA yang melanjutkan ke MI hanya sekitar 75%
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
2. Analisis SWOT sumber daya
sarana dan prasarana
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta
dalam kompleks masjid
² Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan
Perpustakaan
² Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
² Bahan-bahan pustaka yang cukup
² Keadaan gedung yang cukup baik dan bersih
|
² Tidak tersedia lapangan olah raga yang cukup memadai
² Ukuran ruangan kelas yang tidak memenuhi standar
² Kurangnya sarana pendukung proses belajar mengajar
² Sangat minimnya alat peraga pendidikan
² Belum adanya kepastian hukum yang tetap terhadap status tanah
waqaf
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
3. Analisis SWOT sumber daya
lingkungan
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Lingkungan alam nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan
² Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa
baik
² Lingkungan budaya yang religius
|
² Lingkungan sekitar yang tidak tertata, tidak berpagar,
berlumpur jika hujan
² Masyarakat yang kurang memahami pendidikan dasar
² Masyarakat kaum buruh industri yang ekonominya pas-pasan
² Dukungan yang sangat rendah dari aparat desa
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
4. Analisis SWOT sumber daya
Keuangan
KEKUATAN
( S )
|
KELEMAHAN
( W )
|
² Adanya dana BOS yang cukup
² Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
² Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov
Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
² Adanya donatur insidensil
|
² Siswa tidak membayar iuran bulanan karena ada BOS
² Dana dari Pengurus tidak ada
² Tidak mempunyai donatur tetap
² Sepenuhnya mengandalkan dana BOS untuk operasional MI
|
PELUANG
( O )
|
ANCAMAN
( T )
|
D. Penentuan Strategi
Setelah dilakukan analisis SWOT di
atas maka sebagai Kepala MI NU Matholiul Huda harus menentukan strategi dalam
rangka pelaksanaan pendidikan di MI NU Matholiul Huda Hadipolo. Maka strategi
yang dipakai adalah Strategi Diversifikasi (ST) yakni menggunakan
Kekuatan ( S ) untuk memanfaatkan Peluang ( O ) jangka panjang untuk mengatasi
Ancaman (T )
KEKUATAN
|
PELUANG
JANGKA PANJANG
|
MENGATASI
ANCAMAN
|
² 90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
² 70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen
terhadap tugas pendidikan MI
² 80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik
² Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup
² Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta
dalam kompleks masjid
² Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan
Perpustakaan
² Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
² Bahan-bahan pustaka yang cukup
² Keadaan gedung yang cukup baik dan bersihLingkungan alam
nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan
² Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa
baik
² Lingkungan budaya yang religius
² Adanya dana BOS yang cukup
² Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
² Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov
Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
² Adanya donatur insidensil
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar