Rabu, 26 Desember 2012

UTS GASAL KUALIFIKASI S1 GURU MI



KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI  S.1 GURU MI 
Alamat: Jl. Raya Ngaliyan Km 2 Semarang 50185 Telp. 024-7601295 Fax. 024-7601293

TES TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2012/2013

Mata Kuliah    : Pembelajaran  Aqidah Akhlak           Hari/Tanggal    :     Desember 21012
Bobot/Klp       : 2 Sks/PGMI (kualifikasi)                  W a k t u          :  
Dosen              : Ahmad Muthohar                             Ruang              :
                                               

Bismillahirrahmanirrahim

 

Perhatian!

1.      Jawaban ditulis tangan dengan kertas folio!
2.      Jawaban logic-argumentative
3.      Seluruh item  berskor 100

 

Soal-soal


1.      Buatlah laporan kesulitan dalam menjelaskan materi (isi) pembelajaran Aqidah Akhlak yang saudara hadapi dan pemecahannya ketika mengajar!
2.      Dalam menjelaskan materi-materi berkarakter afektif seperti mengimani malaikat dan lain-lain, metode apa yang Saudara terapkan selama ini?
3.      Salah satu aspek terpenting dalam Islam adalah aqidah. Aqidah seseorang dapat dikatakan kuat apabila perbuatannya itu baik, sehingga pendidikan aqidah akhlak adalah mutlak untuk diajarkan kepada anak didik.
a.       Coba Anda jelaskan tentang pengertian dan fungsi pendidikan Aqidah Akhlak?       (Score = 15)
b.      Jelaskan perbedaan akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah! (score = 10)
4.      Salah satu materi yang dibahas dalam mata pelajaran aqidah akhlak adalah mengenalkan Allah melalui asma’ul Husna. 
a.       Coba Anda bedakan antara al-Dzahir dan al-Bathin, al-Shabur dan al-Halim dan al-Ghafur dan al-‘Afw!  
b.      Dalam Islam Tuhan disebut dengan nama Allah, uraikan asal-usul kata Allah yang berasal dari kalimah isim?
c.    Dalam proses pembelajaran aqidah akhlak metode dan pendekatan yang digunakan guru adalah pendekatan mauidhah hasanah dan uswatun hasanah. Dalam kasus-kasus apa ketika Saudara menggunakan kedua pendekatan di atas? Cocokkah kedua pendekatan tersebut dalam menangani kenakalan anak? Kenapa?
5.      Dalam menerapkan metode pembelajaran ada 8 hal yang harus dipertimbangkan, di antaranya adalah guru. Sebagai guru tentu mengetahui kelebihan dan kekurangannya, sampaikan kelebihan dan kekurangan Saudara ketika dalam proses pembelajaran di kelas dan bagaimana cara mengatasinya!

Kamis, 19 Januari 2012

Motivasi Beragama


MOTIVASI BERAGAMA

I Pendahuluan
                  Sesuai dengan fitrahnya bahwa manusia mempunyai kecenderungan mengabdi kepada Sang Pencipta. Dengan kecenderungannya tersebut dia akan mencari jalan untuk dapat menunjukkan pengabdiannya tersebut melalui beragama. Karena satu-satunya cara agar penghambaannya sampai kepada sang Pencipta adalah melalui beragama.
                  Manusia mengenal agama sejak ia mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya yakni lingkungan keluarga, dimana kedua orang tuanya yang mengajarkan tentang keagamaan. Sejalan dengan perkembangan jiwa, ia mulai merasakan dorongan-dorongan lain yang berkaitan tentang proses keberagamaannya. Artinya dorongan tersebut tidak lagi hanya sekedar karena orang tua tetapi karena hal-hal di luar itu. Proses perubahan dorongan dari faktor keluarga ke faktor lainnya antara seseorang yang satu dengan yang lainnya berbeda. Ada yang prosesnya secara bergejolak, ada pula yang perubahan itu berjalan tanpa disadari. Dorongan untuk memeluk satu agama inilah yang disebut dengan motivasi beragama.
                  Motivasi beragama sesorang dipengaruhi oleh berbagai faktor intern dalam diri manusia itu sendiri dan faktor ekstern di luar diri manusia. Beragama apapun tidak dapat terlepas dari motivasi tertentu, meskipun pada satu tingkatan kualitas beragama sesorang, motivasi tersebut tidak lagi menjadi satu-satunya alasan seseorang untuk memeluk satu agama.

II. Motivasi Beragama.
                  Dalam Psikologi dikenal istilah motivasi. Secara umum motivasi diartikan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut Bimo Walgito, motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan[1].
Selanjutnya dikatakan bahwa motivasi mempunyai 3 aspek yaitu keadaan terdorong dalam diri organisme, perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini, dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku.
Dalam Psikologi istilah motif dan motivasi sering menimbulkan perbedaan pemahaman. Dalam penggunaan istilah motif terkadang berbeda dengan motivasi. Tetapi dapat pula motif dan motivasi itu digunakan secara bersamaan dan dalam makna yang sama, hal ini disebabkan pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas.
Motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang terebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita yang merupakan tahap awal dari proses motivasi sehingga masih merupakan suatu kondisi intern atau kesiapsiagaan. Motif tidak selamanya aktif, hanya pada saat tertentu saja apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak[2].
Motivasi, menurut M.Utsman Najati, adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktifitas pada mahluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.[3]
Menurut Syeikh Mahmud Shalthut, Agama didefinisikan sebagai pranata ke-Tuhanan, sehingga beragama diartikan sebagai menerima pranata ke- Tuhanan yakni mengakui atau meyakini adanya Tuhan . Selanjutnya menurut Joachim Wach, beragama adalah respons terhadap sesuatu yang diyakini sebagai Realitas Mutlak, kemudian diungkapkan dalam bentuk pemikiran, perbuatan, dan komunitas kelompok.[4]
Dengan demikian motivasi beragama dapat diartikan sebagai kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk merespon pranata ke-Tuhanan, sehingga seseorang tersebut mampu mengungkapkan dalam bentuk pemikiran, perbuatan dan komunitas kelompok.
III. Macam-Macam Motivasi Beragama
Motivasi beragama sangat berkaitan langsung dengan perjalanan rokhani seseorang untuk mencari keridhaan Allah. Secara garis besar motivasi beragama dibagi menjadi dua:
1.      Motivasi intrinsik.
Ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang tanpa dirangsang dari luar. Dalam beragama seseorang merespon ajaran (Islam) melalui pemahaman yang mendalam lewat kitab suci (al-Quran) dan Hadits untuk mendapatkan kebenaran yang haqiqi setelah melalui perjalanan rokhani yang panjang. Motivasi intrinsik ini sering diperoleh oleh para muallaf sehingga sehingga dia yakin tentang kebenaran Islam.
2.      Motivasi ekstrinsik
Ialah motivasi yang datang karena adanya perangsangan dari luar. Seseorang beragama (Islam) karena memang dari keturunan dan atau lingkungannya memilih Islam. Ataupun juga dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar dari nilai yang terkandung dalam ajaran (Islam) itu sendiri. Motivasi ini terdapat pada masyarakat secara umum termasuk kita sendiri.
Kedua macam motivasi tersebut pada tahap-tahap awal seseorang beragama sangat diperlukan.  Kelanjutannya perlu mendapat pembinaan agar tujuan mencapai ridha Allah benar-benar terwujud. Pada akhirnya nanti seseorang beragama (Islam) benar-benar bersih dari bentuk-bentuk motivasi yang jahat. Sehingga tidak ada lagi agama (Islam) dijadikan dasar legalisasi penghancuran terhadap yang tidak beragama (Islam).
Pada kenyataannya motivasi beragama (Islam) merupakan motif azasi yang dimiliki setiap manusia sejak dia dilahirkan, yakni yang disebut dengan fitrah.”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[5]
Fitrah sebagai motivasi azasi manusia sering diartikan sebagai naluri yang manusiawi, yaitu naluri yang hanya dimiliki oleh manusia yang berbeda dengan naluri-naluri hewan, karena menyangkut faktor rokhaniah.

IV. Faktor-Faktor Motivasi Beragama
                  Dikatakan sebagai faktor-faktor motivasi beragama adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga ia mempunyai dorongan untuk beragama. Faktor-faktor ini terdiri dari ;
1.      Faktor internal
Dimaksud faktor internal adalah faktor dari dalam manusia itu sendiri yang mempengaruhi motivasi beragama seseorang. Faktor internal dijelaskan dalam salah satu hadits yang menerangkan bahwa hidup manusia dipengaruhi oleh hawahu, butunahu, furujahu, yakni atas perut, perut dan bawah perut. Hal ini sejalan dengan teori libido Sigmund Freud. Dalam falsafah Jawa dikenal harta, tahta, wanita.
2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi motivasi beragama yang berasal dari luar manusia itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi; lawan jenis, keturunan, harta benda berharga, transportasi, peternakan dan pertanian.[6]
Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi motivasi beragama seseorang. Sehingga seperti yang saya tulis di atas bahwa dalam beragama harus bersih dari motivasi jahat maka dimaksud motivasi jahat adalah motivasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas.
Motivasi beragama merupakan salah satu unsur pokok manusia dalam berbuat. Melihat struktur manusia yang terdiri unsur fisik dan psikis,  maka pembagian motivasi ada dua yakni motivasi fisik dan motivasi psikis atau spiritual  yang termasuk di dalamnya adalah motivasi beragama. Tokoh-tokoh psikologi yang menyebutkan motivasi spiritual antara lain:
W.A Gerungan, yang menyebutkan motivasi biogentis, motivasi sosiogenetis, dan motivasi teognetis;
Lindzy mengungkapkan tentang dorongan aspek spiritual dalam diri manusia yang meliputi dorongan untuk beragama, kebenaran dan keadilan, benci terhadap kejahatan, kebatilan dan kezaliman;
Maslow juga berpendapat bahwa kebutuhan spiritual manusia merupakan kebutuhan alami dimana integritas perkembangan dan kematangan kepribadian individu sangat tergantung pada pemenuhan kebutuhan tersebut.

V. Kesimpulan
                  Sejalan dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis manusia dalam memenuhi kebutuhan keduanya sangat diperlukan adanya motivasi. Begitu pula dalam beragama, yang merupakan kebutuhan psikis manusia, motivasi sangat diperlukan yang tujuannya justru membersihkan manusia dalam beragama dari faktor faktor yang jahat.
                  Untuk menumbuhkan motivasi beragama yang bersih salah satu metode yang dapat dipakai misalnya metode Tombo Ati yang terdiri dari lima pelaksanaan, yakni:
1.      Membaca al-Quran dan memahami maknanya;
2.      Menegakkan Qiyamul Lail;
3.      Bergaul dan berdiskusi dengan para ulama dancendekiawan;
4.      Melaksanakan puasa-puasa sunnah;
5.      Melanggengkan dzikir setiap saat
Dengan mencapai tataran tersebut maka tujuan hidup manusia untuk memperoleh keridhaan Allah, mudah-mudahan dapat tercapai.

e
Daftar Pustaka

1.      Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama, Jakarta 1999.
2.      Pengantar Psikologi Umum, Bimo Walgito, Andi, Yogjakarta 2002
3.      Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Perspektif Islam), Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Prenata Media, Jakarta 2004.
4.      Ilmu Islam Terapan, Prof.Dr.H.Muslim A. Kadir, M.A, Pustaka Pelajar, Yogjakarta,2003


[1] Bimo Walgito,Prof,Drs, Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogjakarta,2002, hal.169
[2] Abdul Rahman Shaleh – Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar (Dalam Perspektif Islam), Prenata Media, Jakarta, 2004,hal: 131
[3] ibid, hal 132.
[4] Lihat, Prof, DR. H. Muslim A. Kadir, M.A, Ilmu Islam Terapan,Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2003, hal: 44
[5] Q.S al-Rum ayat 30
[6] Lihat, terjemah Q.S Ali Imran ayat 14

Manajemen Pendidikan


A. Latar Belakang Masalah


            Sampai saat ini pandangan masyarakat masih menganggap Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan kelas dua yang kusut, lusuh, amburadul, dan sejenisnya, yang pada pokoknya tidak terselenggara dengan manajemen yang professional. Meskipun ada beberapa MI yang kualitas maupun kuantitasnya lebih unggul dibandingkan dengan lembaga pendidikan dasar sejenis, hal itu tidak menghilangkan anggapan bahwa MI adalah pendidikan yang dilaksanakan tanpa menggunakan manajemen yang jelas.

            Kesan masyarakat yang demikian tidak terlepas dari keberadaan MI yang sebagian besar berstatus swasta. Di Kudus sendiri dari sekian ratus MI hanya satu yang MIN. Itu pun tidak dapat menjadi satu-satunya alternatif pendidikan dasar yang berkualitas. Keadaan yang demikian, untuk tahun-tahun ini dan mendatang, makin parah dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan dasar swasta lain yang dikelola dengan manajemen yang hebat dan sistem pendidikan Islam terrpadu yang secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan MI swasta yang sudah sekian tahun beroperasi dan sekian ratus meluluskan siswanya.
           
            Kurangnya profesionalisme dalam manajemen di MI disebabkan berbagai factor yakni:
a.       Masukan peserta didik yang kurang selektif terutama menyangkut usia dan kematangan siswa. Pihak madrasah mau menerima siswa yang usianya belum mencukupi untuk pendidikan tingkat dasar dengan alasan takut tidak mendapatkan siswa;
b.      Proses belajar mengajar yang tidak berjalan sesuai prinsip-prinsip pembelajaran karena sebagian besar tenaga pengajarnya bukan berlatar belakang pendidikan keguruan;
c.       Sarana dan prasarana pendidikan MI yang ala kadarnya. Bagaimana dapat berkualitas jika sarana pendidikan seperti Laboratorium IPA dan Bahasa, Teknlogi informasi, sarana olah raga dan kesenian tidak tersedia secara lengkap;
d.      Sumber daya manusia yang meliputi guru, pengurus MI, Komite MI maupun masyarakat sekitar yang tidak profesionalisme dalam mengelola dan menggunakan sarana dan prasarana pendidikan;
e.       Lulusan yang kurang memenuhi harapan masyarakat dikarenakan tidak terpenuhinya unsur-unsur di atas sehingga lulusan MI tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menginginkan nilai lebih seperti slogan MI sebagai penyelenggara pendidikan dasar plus.

B. Setting Madrasah Ibtidaiyah : MI NU Matholiul Huda Hadipolo.

            MI NU Matholiul Huda Hadipolo adalah satu-satunya madrasah ibtidaiyah di desa Hadipolo dan salah satu dari 11 madrasah ibtidaiyah di Kecamatan Jekulo Kudus. Penggunaan NU di belakang MI menunjukkan bahwa madrasah ini dikelola di bawah naungan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama, dalam hal ini oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU Kudus. Dengan adanya penggunaan NU ini, Pengurus Madrasah berstatus sebagai Badan Pelaksana Pendidikan Maarif NU. Istilah ini baru dilaksanakan sekitar tahun 2001 dan mungkin hanya LP Maarif Kudus yang melakukan hal ini. Meskipun demikian dalam pelaksanaan pendidikan masih di bawah koordinasi Kantor Departemen Agama Kabupaten Kudus dan bekerja sama juga dengan UPTD Pendidikan Kecamatan Jekulo.
           
            Karena dikelola oleh Departemen Agama, maka anggaran untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sangat terbatas. Memang dalam skala nasional MI diperlakukan sama dengan SD dengan adanya BOS, BKM, penggunaan kurikulum, tetapi di tingkat daerah ( pemkab dan pemprov ) ada perbedaan terutama sarana dan prasarana pendidikan, dengan alasan otonomi daerah. Seperti yang baru-baru ini terjadi untuk bantuan biaya ujian sekolah tahun 2006. Jika SD mendapat bantuan dari Pemkab Rp10.000,00 per siswa peserta UAS, MI hanya mendapat Rp2.000,00 per peserta UAS, padahal tahun 2005 baik SD maupun MI mendapat bantuan yang sama. Bahkan untuk tingkat Pemprov untuk tahun ini MI tidak mendapat bantuan biaya UAS.

            Berdirinya MI NU Matholiul Huda Hadipolo tidak didukung oleh perencanaan yang matang dan profesionalisme yang tinggi, tetapi hanya sekedar daripada siswa RA desa Hadipolo yang sudah lebih dulu berdiri, tidak tersalurkan. Dan yang lebih tragis lagi, pengelolaan MI dilakukan menggunakan manajemen madrasah diniyah yang sederhana. Hal ini terjadi karena pendiri atau pengurus MI ini tidak professional di bidangnya. Artinya tidak memahami karakteristik pendidikan MI yang berbeda dengan madrasah diniyah. Semuanya pukul rata dianggap sama.

            Akibatnya, setelah 18 tahun berdiri MI NU Matholiul Huda tidak dapat berkembang, bahkan mengalami penurunan kuantitas jumlah siswa dan kualitas lulusan yang stagnan. Memang usia 18 tahun bagi MI NU Matholiul Huda masih tergolong muda, karena SD di sekitarnya sudah berusia di atas 25 tahun. Begitu pula dengan MI yang lain yang rata-rata sudah di atas 20 tahun.

            Sebenarnya dilihat dari letaknya MI NU Matholiul Huda berada di tengah- tengah masyarakat Bareng Hadipolo, tetapi kecenderungan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke MI sangat kecil. Alasan yang mendasar adalah biaya mahal, sarana yang minim, rendahnya profesionalisme tenaga pendidiknya dan kurang bermutunya lulusan yang dihasilkan ( tidak diterima di SMP favorit, meskipun tidak sedikit siswa SD yang juga tidak diterima di SMP favorit ).

C. Analisis SWOT di MI NU Matholiul Huda Hadipolo


            Tujuan analisis SWOT adalah untuk menginventarisir berbagai sumber daya yang ada baik internal maupun eksternal yang dapat mendukung atau mungkin juga menghambat pelaksanaan pendidikan di MI NU Matholiul Huda Hadipolo sehingga dapat mengambil langkah-langkah strategis dan keputusan yang harus dilakukan. Sumber-sumber daya yang dianalisis adalah : 1) sumber daya manusia, 2) sumber daya sarana dan prasarana, 3) sumber daya lingkungan, dan 4) sumber daya finansial.


            1. Analisis SWOT sumber daya manusia
KEKUATAN ( S )
KELEMAHAN ( W )
²  90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
²  70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen terhadap tugas pendidikan MI
²  80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik
²  Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup
²  Lebih dari 60% gurunya bukan lulusan lembaga pendidikan keguruan
²  Lebih dari 75% gurunya mengajar tidak sesuai latar belakang pendidikan
²  Kurangnya guru dpk.
²  Tidak mempunyai tenaga administrasi yang profesional
²  Murid RA yang melanjutkan ke MI hanya sekitar 75%
PELUANG ( O )
ANCAMAN ( T )
²  Ada beberapa guru yang ingin melanjutkan studi ke S1
²  Ada guru yang mempunyai kewibawaan cukup tinggi
²  Ada kemitraan dengan MI yang lain dan SD di sekitar
²  Ada pembinaan dari Depag dan LP Maarif Kab. Kudus
²  Ada guru yang apatis, kurang professional, tidak disiplin, dan tidak mempunyai kewibawaan
²  Adanya siswa yang kurang yang dapat mempengaruhi siswa lain
²  Adanya siswa yang mutasi ke SD apabila tidak naik kelas
²  Banyaknya siswa yang kurang umur yang berpengaruh pada proses pembelajaran

            2. Analisis SWOT sumber daya sarana dan prasarana
KEKUATAN ( S )
KELEMAHAN ( W )
²  Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta dalam kompleks masjid
²  Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan Perpustakaan
²  Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
²  Bahan-bahan pustaka yang cukup
²  Keadaan gedung yang cukup baik dan bersih
²  Tidak tersedia lapangan olah raga yang cukup memadai
²  Ukuran ruangan kelas yang tidak memenuhi standar
²  Kurangnya sarana pendukung proses belajar mengajar
²  Sangat minimnya alat peraga pendidikan
²  Belum adanya kepastian hukum yang tetap terhadap status tanah waqaf
PELUANG ( O )
ANCAMAN ( T )
²  Ada peluang untuk sertifikat tanah waqaf untuk MI
²  Ada peluang untuk menambah sarana pendukung pembelajaran
²  Mudah menggunakan lapangan olah raga sekitar MI
²  Rawan banjir dan rawan kehilangan
²  Lokasi yang dekat sungai dan pohon bambu rawan retak
²  Tidak adanya tenaga perawatan/ pemeliharaan

            3. Analisis SWOT sumber daya lingkungan
KEKUATAN ( S )
KELEMAHAN ( W )
²  Lingkungan alam nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan
²  Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa baik
²  Lingkungan budaya yang religius
²  Lingkungan sekitar yang tidak tertata, tidak berpagar, berlumpur jika hujan
²  Masyarakat yang kurang memahami pendidikan dasar
²  Masyarakat kaum buruh industri yang ekonominya pas-pasan
²  Dukungan yang sangat rendah dari aparat desa
PELUANG ( O )
ANCAMAN ( T )
²  Dekat dengan lingkungan perumahan
²  Simpati masyarakat yang bertambah
²  Manajemen pengurus MI yang makin meningkat
²  Kebanjiran, perilaku masyarakat yang tidak terpuji, pandangan yang negatif terhadap keberadaan MI
²  Adanya pengurus yang tidak memahami karakteristik madrasah ibtidaiyah
²  Adanya konflik internal dalam pengurus MI
²  Adanya konflik politik pada masyarakat sekitar
           
            4. Analisis SWOT sumber daya Keuangan

KEKUATAN ( S )
KELEMAHAN ( W )
²  Adanya dana BOS yang cukup
²  Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
²  Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
²  Adanya donatur insidensil
²  Siswa tidak membayar iuran bulanan karena ada BOS
²  Dana dari Pengurus tidak ada
²  Tidak mempunyai donatur tetap
²  Sepenuhnya mengandalkan dana BOS untuk operasional MI
PELUANG ( O )
ANCAMAN ( T )
²  Ada peluang sumbangan sukarela rutin dari siswa
²  Ada usaha untuk menambah dana dari sektor lain
²  Ada peluang sumber dana dari donatur tetap dan Pengurus MI
²  Dana BOS yang mungkin dihentikan
²  Mustahil meminta iuran bulanan siswa sebesar dana BOS jika dana BOS dihentikan
²  Anggapan orang tua murid bahwa BOS identik dengan sekolah gratis sehingga kesulitan mencari sumber dana yang lain


D. Penentuan Strategi

            Setelah dilakukan analisis SWOT di atas maka sebagai Kepala MI NU Matholiul Huda harus menentukan strategi dalam rangka pelaksanaan pendidikan di MI NU Matholiul Huda Hadipolo. Maka strategi yang dipakai adalah Strategi Diversifikasi (ST) yakni menggunakan Kekuatan ( S ) untuk memanfaatkan Peluang ( O ) jangka panjang untuk mengatasi Ancaman (T )
KEKUATAN
PELUANG JANGKA PANJANG
MENGATASI ANCAMAN
²  90% gurunya berkemampuan mengajar dengan efektif
²  70% gurunya merupakan putra daerah yang mempunyai komitmen terhadap tugas pendidikan MI
²  80% lebih guru-gurunya mampu melaksanakan tugas dengan baik

²  Adanya RA sebagai sumber masukan siswa MI yang cukup








²  Lokasi MI yang berada di tempat yang tenang dan aman serta dalam kompleks masjid
²  Adanya ruang kelas yang cukup, ruang Ka MI dan guru, UKS dan Perpustakaan
²  Perlengkapan kantor dan fasilitas KBM yang cukup
²  Bahan-bahan pustaka yang cukup

²  Keadaan gedung yang cukup baik dan bersihLingkungan alam nyaman, bebas polusi, bising, ketakutan




²  Hubungan dengan masyarakat sekitar, pengurus MI, aparat desa baik
²  Lingkungan budaya yang religius



²  Adanya dana BOS yang cukup
²  Adanya sumber dana lain yang dikelola oleh madrasah
²  Adanya dana Bantuan Khusus Guru dari pemerintah pusat, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemkab Kudus
²  Adanya donatur insidensil
²  Ada beberapa guru yang ingin melanjutkan studi ke S1
²  Ada guru yang mempunyai kewibawaan cukup tinggi




²  Ada kemitraan dengan MI yang lain dan SD di sekitar

²  Ada pembinaan dari Depag dan LP Maarif Kab. Kudus




²  Ada peluang untuk sertifikat tanah waqaf untuk MI
²  Ada peluang untuk menambah sarana pendukung pembelajaran





²  Mudah menggunakan lapangan olah raga sekitar Madrasah Ibtidaiyah
²  Dekat dengan lingkungan perumahan



²  Simpati masyarakat yang bertambah
²  Manajemen pengurus MI yang makin meningkat




²  Ada peluang sumbangan sukarela rutin dari siswa
²  Ada usaha untuk menambah dana dari sektor lain
²  Ada peluang sumber dana dari donatur tetap dan Pengurus MI
²  Ada guru yang apatis, kurang professional, tidak disiplin, dan tidak mempunyai kewibawaan






²  Adanya siswa yang kurang yang dapat mempengaruhi siswa lain
²  Adanya siswa yang mutasi ke SD apabila tidak naik kelas
²  Banyaknya siswa yang kurang umur yang berpengaruh pada proses pembelajaran

²  Rawan banjir dan rawan kehilangan
²  Lokasi yang dekat sungai dan pohon bambu rawan retak






²  Tidak adanya tenaga perawatan/ pemeliharaan
²  Kebanjiran, perilaku masyarakat yang tidak terpuji, pandangan yang negatif terhadap keberadaan MI

²  Adanya pengurus yang tidak memahami karakteristik madrasah ibtidaiyah
²  Adanya konflik internal dalam pengurus MI
²  Adanya konflik politik pada masyarakat sekitar

²  Dana BOS yang mungkin dihentikan
²  Mustahil meminta iuran bulanan siswa sebesar dana BOS jika dana BOS dihentikan
²  Anggapan orang tua murid bahwa BOS identik dengan sekolah gratis sehingga kesulitan mencari sumber dana yang lain